Belajar Desain dari Penjual Pecel Lele
Cobalah berkeliling kota pada malam hari, maka gambar ayam jago dengan warna keemasan, lele yang sedang meliukkan tubuhnya, dan seekor bebek akan mendominasi pemandangan anda. Coba visualisasikan pemandangan tersebut dalam benak kalian, dan sebut hal apa yang muncul. Pastilah gambaran warung tenda di pinggir jalan dengan kursi plastik dan suara gemuruh minyak yang tengah mengepung lele dan ayam yang akan muncul.
Entah siapa yang memulai, tapi tata spanduk warung tenda pecel lele di seluruh penjuru Indonesia selalu begitu bentuknya. Jika diamati lebih dalam, spanduk sederhana itu sudah memuat unsur-unsur dalam desain grafis: tipografi dalam bentuk dan warna huruf-huruf; ilustrasi untuk menggambarkan apa yang dijualnya dan layout alias tata letak unsur-unsur tersebut. Walau terlihat terlalu ramai dengan banyaknya jenis huruf dan warna yang dipakai, tetap saja desain spanduk untuk warung pecel lele begitu melekat di benak konsumennya. Dapat dikatakan, brand awareness telah tercipta ‘hanya’ dengan desain sesederhana itu.
Cerita pecel lele ini merupakan bukti bahwa desain grafis tidak melulu dilakukan oleh para pekerja di perusahaan kreatif, tetapi juga oleh semua orang termasuk kita. Jika kita cermati, desain itu sebenarnya ada dimana-mana dan mengisi keseharian kita, bukan hanya meramaikan lembar-lembar halaman iklan pada sebuah media.
Sebenarnya yang disebut sebagai desain itu yang seperti apa sih?
Gampangnya, desain dapat diartikan sebagai bagian dari seni yang berupa rancangan estetis guna mencapai tujuan atau fungsi tertentu. Kata fungsi ini perlu digarisbawahi. Tanpa bermaksud untuk mengotak-kotakkan, tapi ada perbedaan makna desain dengan makna ‘seni rupa, yang berkembang di masyarakat, dan ‘fungsi’ menjadi kata kuncinya.
Eka Sofyan Rizal, salah satu anggota aktif forum Desain Grafis Indonesia menyatakan lewat salah satu tulisannya bahwa desain itu adalah seni terapan. Desain berorientasi pada kegunaan yang berlaku untuk umum. Itulah sebabnya, desain pun dibagi lagi cabangnya sesuai kegunaannya, diantaranya adalah desain grafis, desain interior, dan desain produk. Sementara seni rupa dapat dikonotasikan sebagai ekpresi yang bersifat indivualis, menekankan pada subjektifitas dari si pembuatnya.
…
Telah disinggung di awal, desain itu ada dimana-mana. Desain hadir dalam motif bedcover di kamar, mempercantik tampilan dari undangan ulang tahun, bahkan desain mampu memberi sentuhan khusus dalam momen-momen spesial hidup kita. Desain dan kehidupan sulit untuk dipisahkan. Kehidupan membutuhkan desain!
Bayangkan jika menciduk air tanpa piranti bernama gayung, pasti hingga kini cara kita mandi ialah dengan menceburkan diri ke dalam air. Sangat boros dan tidak efektif bukan? Tapi, dengan desain, materi plastik bisa dibentuk sedemikian rupa hingga terciptalah gayung. Desain mencipta teknologi untuk mempermudah kehidupan.
Tak hanya untuk mempermudah saja, desain juga harus mampu memadukan efisiensi dengan estetika. Itulah mengapa keindahan dan keberaturan tidak bisa lepas dari produk desain. Ambillah selembar kain lalu kenakan di tubuh anda, maka kita bisa melihat kain tersebut berubah fungsi menjadi penutup badan, melindungi tubuh kita dari sengatan matahari. Kemudian tambahkan pernak-pernik berupa pita atau cat warna pada kain tersebut, maka bisa kita lihat motif yang terbentuk membuat kain tersebut tidak hanya sekedar penutup badan biasa, namun menjadi karya seni yang umum kita sebut sebagai fashion.
Desain memiliki kemampuan untuk mengubah hal biasa menjadi luar biasa, sudah menjadi rahasia umum jika sebuah perusahaan ingin produknya laku dijual, maka desain produk yang dibuat haruslah ‘mengena’ dan diingat oleh konsumen mereka. Dengan kekuatan yang dimiliki, rasanya pantas kita sebut desain sudah menjadi kebutuhan di zaman semodern ini.
Desain perlu diapresiasi
Desain sudah memenuhi segala aspek yang dibutuhkan oleh kehidupan kita. Tapi apakah kita sudah memenuhi apa yang dibutuhkan desain? Hal ini lah yang harus kita ingat. Kita perlu mengapresiasi kehadiran desain dalam kehidupan. Hal termudah untuk meng apresiasi sebuah karya desain adalah dengan menyadari bahwa benda di keseharian kita itu dibuat dengan desain, dan tidak menganggapnya sebagai barang konsumsi belaka.
Rasanya, literasi visual menjadi hal yang wajib dimiliki bagi masyarakat, terutama kita, masyarakat urban yang hidup di tengah belantara visual. Apresiasi terhadap objek visual yang bertebaran juga bisa dilakukan dengan mencermatinya. Menelaah makna dibalik tiap karya desain yang kita lihat dan gunakan, dengan begitu, kerja keras dari si desainer tentu dapat kita mengerti sehingga tercipta interaksi yang positif dari penikmat dan pembuat karya desain. Jika interaksi yang terjalin sudah begitu positif, mewujudkan masa depan industri desain Indonesia yang cerah, tampaknya bukan angan semata.
0 komentar:
Post a Comment